Herman Lantang Sedih Melihat Gaya Pecinta Alam Sekarang


Begitu mengena catatan mbak Jesi ini, tentunya bagi kita yang mengaku pecinta alam (atau yang sejenisnya) sudah saatnya untuk bisa merubah pola pikir dan mental kita dalam beraktivitas yang lekat dengan alam. Bahkan dari beberapa pemerhati kegiatan dialam bebaspun memberi kritikan “Konsep dari kelompok pecinta alam memang sudah bergeser sejak lama , bahwa pemaknaan (pecinta alam) bagi banyak kelompok atau kalangan sudah tidak tepat disematkan, kebanyakan adalah kelompok penjelajah atau adventurer. Bahwa meski keduanya terkait dalam hal aktivitas yang lekat dengan alam , namun makna dan tujuan keduanya berbeda sama sekali. Yang pertama adalah kegiatan yang diupayakan sebagai sumbangsih terhadap alam dan yang kedua merupakan kegiatan eksplorasi untuk kesenangan atau hobby bagi pribadi maupun kelompok".

Bagi sebagian pecinta alam di Indonesia Herman O Lantang bukanlah sosok yang asing. Aktivis 66 ini adalah salah seorang  pendiri Mahasiswa Pecinta Alam di Universitas Indonesia pada tahun 1964. Kiprahnya sebagai pecinta alam terus berlanjut meski kini usianya sudah menginjak 73 tahun. Karena bagi Herman–yang akrab disapa Opa atau Om ini, alam sudah menjadi bagian dari dirinya. Alam telah banyak mengajarkan dia bagaimana memaknai kehidupan. Alam pula yang menempah dirinya hingga bisa memetik makna dari kehidupan tersebut. Dia mengaku sampai tua tak pernah berhenti belajar demi kebaikan.

Sebagai sang legenda dalam dunia pecinta alam kehadiran ayah dua ini selalu ditunggu-tunggu oleh komunitas pecinta alam di seluruh Indonesia, termasuk di Makassar. Belum lama ini (26/1)  lelaki kelahiran Tomohon Sulawesi Utara tersebut hadir dalam seminar pecinta alam di Auditorium Amanagappa Universitas Makassar ditemani istri tercinta Regina Joyce Moningka (61) dan dua anak laki-lakinya yakni Errol Kamang Lantang (29) dan Cernan Wailan Lantang (27) yang kini aktif  terlibat di dunia  pecinta alam.

Kehadiran Herman Lantang dalam seminar lingkungan ini sungguh menghangatkan suasana, sebab gayanya sangat santai dan familiar sekali. Bahkan, forum yang awalnya berbentuk satu arah diubah menjadi formasi lingkaran. “Biar lebih akrab,” katanya.

Kecintaan Herman terhadap lingkungan dan alam terlihat sudah mendarah daging, terbukti sebelum  ‘membocorkan’ catatan perjalanannya mulai tahun 1964 sampai sekarang, Herman mengajak peserta seminar untuk membersihkan gelas dan botol air  mineral yang berserakan dalam aula. “Ayo bersihkan dulu  sampah-sampah baru kita lanjut diskusi,” ajaknya kepada peserta seminar yang langsung refleks berdiri memungut satu persatu sampah yang bertebaran.

Sebagai pecinta alam yang telah melewati beberapa masa, Herman mengaku miris dan sedih melihat gaya pecinta alam sekarang. “Pecinta alam sekarang sudah menyeleweng dari tujuan awal berdirinya pecinta alam. Dulu kita membentuk lembaga pecinta alam tujuannya untuk lebih menanamkan rasa cinta kita kepada Tuhan, kepada alam dan kepada sesama manusia. Tapi, saya liat sekarang menyeleweng jauh dari apa yang pernah menjadi tujuan tersebut,” ungkap Herman blak-blakan dalam seminar yang bertemakan “Satu Arah, Satu Tujuan Mari Lestarikan Bumi.”

Herman berharap pecinta alam yang kini makin banyak bermunculan bisa memaknai arti dari kata pecinta alam. Seperti menanamkan rasa cinta kepada Tuhan, rasa cinta kepada tanah air dan rasa cinta kepada sesama. “Jangan hanya mendaki gunung saja. Jangan bergabung menjadi pecinta alam karena lagi ngetrend, karena macho atau hanya karena mau jalan-jalan saja, tapi maknai pendakian tersebut sebagai wujud dari rasa cinta kita kepada alam.” ujar sosok bersahabat yang telah menginjakkan kaki di Puncak  Jaya tahun 1972 ini.

Apakah langkah Herman Lantang yang tetap eksis di alam dalam usia yang tidak muda lagi mendapat rintangan dari istri? Ternyata dengan bijak Joyce bertutur, dia selalu mendukung sang suami bergelut dengan alam. Dia hanya mengingatkan untuk selalu makan teratur agar kesehatan Bapak tetap terjaga. “Sebab, rasa sakit itu dari perasaan. Kalau perasaan bapak tertekan karena dilarang bepergian, malah sakit jadinya,” tutur Joyce yang selalu setia mendampingi Herman kemana-mana.

Tidak jauh berbeda dengan Herman Lantang, Asmin Amin pendiri Kharisma Cinta Alam Makassar yang dipanel dengan aktivis 66 tersebut mengaku  sedih melihat tradisi pecinta alam sekarang. Tradisi mereka sudah jauh dari kode etik pecinta alam. “Tradisi kebersamaannya sudah luntur. Ini yang harus kembali dipupuk. Tugas kita sekarang bagaimana mengembalikan tradisi pecinta alam ke kode etik pecinta alam,” ujar Asmin. *Source